Rabu, 25 November 2015

Kristen dan Yudaisme zaman kesultanan usmani

Kristen dan Yudaisme zaman kesultanan usmani

Kristen dan Yudaisme

Mehmed II dan Patriark Gennadius II
Di Kesultanan Utsmaniyah, sesuai sistem zimmi Islam, umat Kristen diberi kebebasan terbatas (seperti hak beribadah), namun diperlakukan seperti warga kelas dua. Umat Kristen dan Yahudi tidak dianggap setara dengan Muslim. Kesaksian melawan terdakwa Muslim oleh seorang Kristen dan Yahudi tidak dianggap sah di pengadilan.[butuh rujukan] Mereka dilarang membawa senjata atau menunggangi kuda, rumah mereka tidak boleh menghadap rumah Muslim, dan praktik ibadahnya harus berbeda dengan praktik ibadah Islam Selain itu masih banyak batasan-batasan legal lainnya.[139]
Dalam sistem yang umum dikenal dengan nama devşirme, sejumlah putra Kristen, kebanyakan dari Balkan dan Anatolia, secara rutin diharuskan mengikuti wajib militer sebelum dewasa, lalu dibesarkan sebagai seorang Muslim.[140]
Di bawah sistem millet, warga non-Muslim wajib mematuhi hukum kesultanan, namun tidak wajib mematuhi hukum Islam. Millet Ortodoks secara hukum masih resmi patuh kepada Kode Justinian, hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi Timur selama 900 tahun. Selain itu, sebagai kelompok non-Muslim terbesar (atau zimmi) di negara Utsmaniyah Islam, millet Ortodoks mendapatkan hak-hak istimewa di bidang politik dan perdagangan serta diwajibkan membayar pajak yang lebih tinggi daripada Muslim.[141][142]
Millet serupa ditetapkan untuk komunitas Yahudi Utsmaniyah yang berada di bawah kewenangan Haham Başı atau kepala rabbi Utsmaniyah; komunitas Ortodoks Armenia yang berada di bawah kewenangan kepala uskup; dan berbagai komunitas agama lainnya. Sistem millet dalam hukum Islam diakui luas sebagai contoh awal pluralisme agama pra-modern.[143]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar